Perkembangan
Politik Lokal Di Kabupaten Wajo
Kabupaten Wajo adalah salah satu daerah yang terkenal di provinsi Sulawesi Selatan yang kaya akan budaya dan memiliki tiga dimensi wilayah yang kaya potensi sumber daya alam dengan luas 2.506,19 km² atau sekitar 4,01% dari luas wilayah Sulawesi Selatan,dan tanah yang sangat subur yang digunakan sebagai lahan pertanian.
Menurut buku “politik lokal di Indonesia” Oleh Gerry Van Klinken, Henk Schulte Nordholt, Ireen Hoogenboom , dan artikel tentang “perilaku orang bugis dalam dinamika politik lokal” oleh Andi Ahmad Yani Perkembangan politik di wajo di mulai pada peradaban Bugis-Makassar. Konsep ini dapat dilihat dari fakta sejarah bahwa hampir semua kerajaan atau sistem pemerintahan di Bugis dan Makassar terbangun dari adanya perjanjian politik antara kelompok (Anang) dalam wilayah pemukiman masing-masing (Wanua) untuk mengangkat To Manurung sebagai pemimpin atau raja mereka. Seperti di Kerajaan Luwu, Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone, Kerajaan Pammana kemudian bubar menjadi kerajaan wajo, Kerajaan Soppeng, Kerajaan Sinjai, dan Kerajaan Toraja yang meyakini bahwa founding fathers kerajaannya adalah To Manurung. (Mattulada,1975 dan 1998, Laica Marzuki,2005, Pelras, 2006)
Kerajaan Wajo yang merupakan salah
satu kerajaan besar Bugis, namun tidak memiliki konsepsi kepemimpinan To
Manurung. Yang menarik adalah mereka bersama-sama memilih pemimpinnya (matoa)
yang memenuhi syarat-syarat kepemimpinan yang telah ditentukan sebelumnya.
Kandidat matoa bisa berasal dari tiga kelompok masyarakat yang merupakan awal
Kerajaan Wajo, yaitu Betteng Pola, Talo Ténreng dan Tua’. Dan bisa juga berasal
dari luar kalangan mereka, tentunya jika memenuhi syarat kepemimpinan tadi.
Dalam kerajaan wajo Pemimpin
tertinggi di sebut Arung Matoa Wajo. Arung Matoa Wajo dalam menjalankan
pemerintahannya dibantu oleh tiga orang yaitu Paddanréng atau Ranré ng (sekutu)
yaitu Paddanréng Betteng Pola, Paddanréng Tola Ténreng, dan Paddanréng Tua’.
Terdapat juga tiga pejabat tinggi Tana Wajo lain yaitu Pabbaté Lompo atau Baté
Lompo (panji-panji kaum) yang juga mewakili tiga daerah sekutu. Tugas Baté
Lompo ini pada awalnya adalah untuk keamanan dalam wilayahnya masing-masing.
Seiring pertumbuhan pemerintahan mereka pun berfungsi sebagai menteri-menteri
pembantu Arung Matoa Wajo.
Pucuk pimpinan pemerintahan
tertinggi Tana Wajo di sebut Petta Wajo (Pertuanan Tana Wajo) yaitu sistem
presidium yang terdiri atas Arung Matoa ditambah dengan Arung Ennenngé atau
Petta Ennenngé (enam petinggi) yang anggotanya adalah tiga orang Padanréng dan
tiga orang Baté Lompo. Lembaga pimpinan tertinggi kerajaan Wajo ini di bantu
oleh Arung Mabbicara sebagai lembaga pembuat undang-undang. Disamping itu juga
terdapat lembaga yang disebut Suro ri Bateng yang beranggotakan tiga orang yang
berasal dari 3 wanua asal yang 3 tugas yaitu untuk menyampaikan hasil permufakatan
dan perinah dari Padanreng kepada rakyat, menyampaikan perintah-perintah
Bate-Lompo kepada rakyat, dan menyampaikan hasil permufakatan dan perintah dari
Petta Wajo
menjalankan
pemerintahan secara otonom dan juga menjadi perpanjangan tangan antara Petta
Wajo dengan para Arung Lili’ (Raja-raja bawahan) di seluruh Tana Wajo.
Sistem sosial politik seperti ini
akan berimplikasi pada lahirnya stratifikasi sosial di masyarakat. Terdapat
suatu kelompok sosial tertentu yang memiliki status sosial dan budaya
tersendiri karena memiliki penguasaan resources yang tentu berbanding lurus
dengan tingkat kekuasaan yang dimilikinya. Pengakuan terhadap status sosial
mereka memperkuat stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Konsep stratifikasi sosial ini
diuraikan di La Galigo dalam mitos tentang nenek moyang orang bugis yang pada
akhirnya membedakan dua jenis manusia. Pertama, mereka yang “berdarah putih”
yang keturunan déwata dan kedua adalah jenis manusia yang ”berdarah merah”
yaitu rakyat biasa, rakyat jelata, atau budak. Ditekankan kemudian bahwa
stratifikasi sosial ini mutlak dan tidak boleh tercampur. Meskipun aturan ini
semakin longgar seiring waktu bergulir. (Pelras,196;2006) Untuk menegaskan
hirarki dalam masyarakat tradisional bugis maka terbentuklah simbol-simbol
tertentu yang menunjukkan status sosial mereka. Dengan simbol ini maka
masyarakat kemudian mengetahui dengan siapa mereka berinteraksi. Hal ini
berkaitan dengan tata cara berperilaku yang seharusnya menurut nilai-nilai
sosial yang telah ditetapkan.
Dan di era sekarang ini Kabupaten Wajo
yang merupakan salah satu daerah terkenal di Provinsi Sulawesi selatan karena
kaya akan budaya dan memiliki tiga dimensi wilayah yang sangat subur, potensi
sumber daya alam yang memadai dengan luas wilayah 2.506,19 Kilometer persegi
atau sekitar 4,01 persen dari luas wilayah Sulsel
Untuk mewujudkan pembangunan yang lebih baik di Wajo, H.Andi Burhanuddin Unru sebagai Bupati Wajo menargetkan optimalisasi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui ekonomi kerakyatan dan penurunan angka kemiskinan. Dan menururut Mantan Sekda Wajo mengukapkan bahwa "Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, Wajo sudah berkembang sangat pesat, dimana skala prioritas yang menjadi perharian kita seperti pengembangan ekonomi kerakyatan dan investasi, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan pelayanan hak dasar masyarakat, peningkatan infrastruktur dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pemanfaaatan dan penataan ruang yang berkualitas dan lainnya,"
Pertumbuhan ekonomi yang cepat ini sejalan dengan visi-misi yang diusung H.Andi Burhanuddin Unru yakni menjadikan Kabupaten Wajo sebagai kabupaten terbaik dalam pelayanan hak dasar dan tata pemerintahan yang profesional. Disamping itu, dalam rangka peningkatan program dan kegiatan prioritas pada setiap tahunnya. Pemkab Wajo terus berupaya menciptakan keselarasan program-program pembangunan daerah yang akan di danai dari berbagai sumber pendanaan. "Program prioritas sudah berjalan dan ini terus diupayakan untuk melanjutkan pembangunan yang yang berpihak pada masyarakat. Dan semoga di masa kepemimpinan saya saat ini, masyarakat terus meminta untuk melanjutkan pembangunan ini untuk kepemimpinan Kabupaten Wajo mendatang," tandasnya.
Salah satu upaya yang dilakukan kata dia, adalah dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip yang mendorong tercapainya keserasian, sinergitas, efektifitas dan efisiensi sumber pendanaan untuk pembangunan daerah. Berbagai program dan kegiatan pembangunan daerah diintegrasikan dengan program dan kegiatan yang menjadi kewenangan pemerintah propinsi dan pemerintah pusat.
"Pemerintah Kabupaten Wajo dalam kurun waktu empat tahun terakhir, telah banyak mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik dari pertumbuhan ekonomi maupun tingkat kesejahteraan masyarakat sendiri. Kondisi ini sudah sangat membuktikan bahwa pemerintahan saat ini, telah mampu membawa Kabupaten Wajo ke arah kemajuan,
Untuk mewujudkan pembangunan yang lebih baik di Wajo, H.Andi Burhanuddin Unru sebagai Bupati Wajo menargetkan optimalisasi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui ekonomi kerakyatan dan penurunan angka kemiskinan. Dan menururut Mantan Sekda Wajo mengukapkan bahwa "Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, Wajo sudah berkembang sangat pesat, dimana skala prioritas yang menjadi perharian kita seperti pengembangan ekonomi kerakyatan dan investasi, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan pelayanan hak dasar masyarakat, peningkatan infrastruktur dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pemanfaaatan dan penataan ruang yang berkualitas dan lainnya,"
Pertumbuhan ekonomi yang cepat ini sejalan dengan visi-misi yang diusung H.Andi Burhanuddin Unru yakni menjadikan Kabupaten Wajo sebagai kabupaten terbaik dalam pelayanan hak dasar dan tata pemerintahan yang profesional. Disamping itu, dalam rangka peningkatan program dan kegiatan prioritas pada setiap tahunnya. Pemkab Wajo terus berupaya menciptakan keselarasan program-program pembangunan daerah yang akan di danai dari berbagai sumber pendanaan. "Program prioritas sudah berjalan dan ini terus diupayakan untuk melanjutkan pembangunan yang yang berpihak pada masyarakat. Dan semoga di masa kepemimpinan saya saat ini, masyarakat terus meminta untuk melanjutkan pembangunan ini untuk kepemimpinan Kabupaten Wajo mendatang," tandasnya.
Salah satu upaya yang dilakukan kata dia, adalah dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip yang mendorong tercapainya keserasian, sinergitas, efektifitas dan efisiensi sumber pendanaan untuk pembangunan daerah. Berbagai program dan kegiatan pembangunan daerah diintegrasikan dengan program dan kegiatan yang menjadi kewenangan pemerintah propinsi dan pemerintah pusat.
"Pemerintah Kabupaten Wajo dalam kurun waktu empat tahun terakhir, telah banyak mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik dari pertumbuhan ekonomi maupun tingkat kesejahteraan masyarakat sendiri. Kondisi ini sudah sangat membuktikan bahwa pemerintahan saat ini, telah mampu membawa Kabupaten Wajo ke arah kemajuan,
Dan
kesimpulannya perkembangan politik dikabupaten wajo diawali pada masa kerajaan
wajo hingga saat ini terus berkembang menjadi dareah otonom hingga masa
sekarang dengan mengadopsi perilaku luhur orang dulu sehingga kabupaten wajo
dapat berkembang pesat karena dipengaruhi perilaku masyarakatnya, sumber daya
alam yang ada dan system politik local yang menjadi landasan
masyarakat wajo untuk menempuh jalan kesejahteraan dimasa yang akan datang.
http://lukmanakselerasi.blogspot.com/2014/05/perkembangan-politik-lokal-di-kabupaten.html